Mitra-Solusindo.com , New York - Harga minyak dunia melonjak lagi ke tertinggi baru sembilan bulan pada Jumat (Sabtu pagi WIB), karena para pedagang mencemaskan dampak meningkatnya ketegangan geopolitik atas Iran terhadap pasokan minyak mentah global.
Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk penyerahan April, melonjak hampir dua dolar AS per barel, ditutup di atas 109 dolar AS untuk pertama kalinya sejak Mei.
AFP melaporkan, kontrak acuan minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate menetap di 109,77 dolar AS, atau naik 1,94 dolar AS dari tingkat penutupan Kamis.
Sementara itu, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April naik 1,85 dolar AS menjadi 125,47 dolar AS per barel.
"Harga minyak terus melambung didukung oleh krisis Iran," kata Analis Commerzbank, Carsten Fritsch.
Iran telah terkena serangkaian sanksi ekonomi oleh Amerika Serikat, PBB dan Uni Eropa karena penolakannya untuk menghentikan kegiatan pengayaan uranium.
Republik Islam itu menegaskan bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan sipil dan mengancam akan memangkas ekspor minyak mentah ke Eropa setelah Uni Eropa mengumumkan akan berhenti membeli minyak Iran.
"Sejak embargo Eropa terhadap minyak mentah Iran disepakati pada akhir Januari, minyak mentah Brent telah melonjak kuat karena premi risiko ... memasuki pasar," kata analis komoditas SEB, Filip Petersson.
"Larangan langsung pada kontrak baru dan pembatalan yang lama mulai 1 Juli jelas mulai memberikan tekanan tambahan pada ekspektasi keseimbangan pasar. Konsumen berlomba untuk mengamankan pasokan. "
Lonjakan harga minyak telah memicu kekhawatiran tentang ekonomi global pada saat pertumbuhan melambat, terutama akibat krisis utang zona euro.
"Kami tidak melihat gerakan terakhir harga minyak merugikan pemulihan ekonomi global (belum)," tulis Lauren Rosborough dari Societe Generale dalam catatan penelitiannya.
"Namun, harga minyak yang lebih tinggi meningkatkan kerapuhan dari setiap pemulihan ekonomi."
Ketegangan Iran telah mempersuram prospek pasokan minyak global, yang sudah meregang oleh produksi yang lebih rendah dari Sudan Selatan, Suriah dan Yaman.
"Pasokan dari Sudan Selatan dan Suriah sedang turun, Libya belum kembali ke kapasitas sebelum perang, kerusuhan masih tersebar luas baik di wilayah Timur Tengah maupun Afrika Utara dan Nigeria, dan di samping itu pengiriman North Sea terus mengecewakan," kata Petersson dari SEB dikutip AFP.
(SYS/A026)
Editor: Suryanto - RayGa
[ANTARA News] COPYRIGHT © 2012
Informasi pemasangan iklan
hubungi Yunita - telp. 0356712614 / 085645229854
atau klik di sini
Kontrak utama New York, minyak mentah light sweet untuk penyerahan April, melonjak hampir dua dolar AS per barel, ditutup di atas 109 dolar AS untuk pertama kalinya sejak Mei.
AFP melaporkan, kontrak acuan minyak mentah light sweet atau West Texas Intermediate menetap di 109,77 dolar AS, atau naik 1,94 dolar AS dari tingkat penutupan Kamis.
Sementara itu, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April naik 1,85 dolar AS menjadi 125,47 dolar AS per barel.
"Harga minyak terus melambung didukung oleh krisis Iran," kata Analis Commerzbank, Carsten Fritsch.
Iran telah terkena serangkaian sanksi ekonomi oleh Amerika Serikat, PBB dan Uni Eropa karena penolakannya untuk menghentikan kegiatan pengayaan uranium.
Republik Islam itu menegaskan bahwa program nuklirnya semata-mata untuk tujuan sipil dan mengancam akan memangkas ekspor minyak mentah ke Eropa setelah Uni Eropa mengumumkan akan berhenti membeli minyak Iran.
"Sejak embargo Eropa terhadap minyak mentah Iran disepakati pada akhir Januari, minyak mentah Brent telah melonjak kuat karena premi risiko ... memasuki pasar," kata analis komoditas SEB, Filip Petersson.
"Larangan langsung pada kontrak baru dan pembatalan yang lama mulai 1 Juli jelas mulai memberikan tekanan tambahan pada ekspektasi keseimbangan pasar. Konsumen berlomba untuk mengamankan pasokan. "
Lonjakan harga minyak telah memicu kekhawatiran tentang ekonomi global pada saat pertumbuhan melambat, terutama akibat krisis utang zona euro.
"Kami tidak melihat gerakan terakhir harga minyak merugikan pemulihan ekonomi global (belum)," tulis Lauren Rosborough dari Societe Generale dalam catatan penelitiannya.
"Namun, harga minyak yang lebih tinggi meningkatkan kerapuhan dari setiap pemulihan ekonomi."
Ketegangan Iran telah mempersuram prospek pasokan minyak global, yang sudah meregang oleh produksi yang lebih rendah dari Sudan Selatan, Suriah dan Yaman.
"Pasokan dari Sudan Selatan dan Suriah sedang turun, Libya belum kembali ke kapasitas sebelum perang, kerusuhan masih tersebar luas baik di wilayah Timur Tengah maupun Afrika Utara dan Nigeria, dan di samping itu pengiriman North Sea terus mengecewakan," kata Petersson dari SEB dikutip AFP.
(SYS/A026)
Editor: Suryanto - RayGa
[ANTARA News] COPYRIGHT © 2012
Informasi pemasangan iklan
hubungi Yunita - telp. 0356712614 / 085645229854
atau klik di sini